Salah satu persoalan umat Islam di Indonesia saat ini adalah munculnya orang-orang yang merasa tahu tentang Islam. Segala sesuatu yang menurut mereka keliru langsung mereka koreksi.

Celakanya, cara mereka mengoreksi jauh dari ajaran Islam. Tak kenal adab, tak peduli sopan santun. Kepada kyai sepuh mereka kurang ajar, kepada yang seusia mereka marah-marah.

Padahal, seringkali orang-orang itu tidak belajar Islam secara memadai. Mereka hanya mengikuti pengajian sesekali seminggu atau sebulan. Mem-follow akun media sosial ustadz-ustadz seleb, streaming Youtube, atau sekadar membaca pesan berantai.

KH. Agoes Ali Masyhuri tak luput dari orang-orang seperti itu. Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Sholawat Sidoarjo Jawa Timur tersebut pernah punya pengalaman seperti itu.

Suatu saat beliau mendapat pesan dari sebuah nomor Watsapp. Isinya adalah sebuah “teguran” agar beliau tidak mengajari santri-santrinya berlaku syirik.

“Sampeyan jangan mengajari santri-santri Sampeyan menjadi orang musyrik, menyembah Tuhan selain Allah!” isi pesan itu.

Baca juga: Gus Baha’: HTI Adalah Bukti Nyata Perpecahan Umat Islam

Menurut orang yang mengirim pesan itu, kebiasaan KH. Agoes Ali membiarkan tangannya dicium oleh santri-santrinya adalah bentuk kesyirikan.

“Itu musyrik, Gus Ali!” lanjut pengirim pesan itu.

KH. Agoes Ali tahu pengirim pesan itu. Beliau juga kenal dengannya. Setiap hari pun beliau bertemu dengannya.

Tapi, justru karena itulah beliau heran. Bagaimana mungkin orang yang kenal dan setiap hari bertemu dengannya mengirim pesan melalui Watsapp tentang hal seperti itu?

Akhirnya dalam sebuah kesempatan, KH. Agoes Ali melihat orang tersebut duduk di sebuah kursi. Saat itu, ia memegang buku dan sebuah ballpoint.

Tanpa basa-basi KH. Agoes Ali mendorong badan orang itu. Sehingga ballpoint dalam genggamannya terjatuh.

Saat itulah orang tersebut secara spontan mengambilnya, dengan menundukkan badan.

KH. Agoes Ali memperhatikan gerakan orang itu, lalu mengomentarinya. Bahwa yang dilakukan orang tersebut mirip orang mau bersujud. Dan itu bisa dianggap syirik.

Sebab terlihat menundukkan badan kepada selain Allah Taala.

Menurut KH. Agoes Ali, mencium tangan seorang guru adalah bagian dari sikap hormat seorang murid. Itu adalah bagian penting dalam akhlak kepada gurunya.

Mencari ilmu tanpa sebuah ballpoint tidak bisa. Sebab kita tidak bisa mencatat keterangan guru. Apalagi tanpa tatakrama. Itu lebih tidak bisa lagi.

Jadi, mempertanyakan sikap murid yang mencium tangan gurunya keliru. Itu sekaligus tanda betapa dangkalnya pemahaman orang yang bertanya itu.

 

Sumber foto: https://tgb.id/cerita-tgb-silaturahmi-ke-kh-agoes-ali-masyhuri/